Direktur Eksekutif Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata meraih penghargaan yang sangat perstigius Habibie Award Tahun 2016 di bidang ilmu kedokteran dan bioteknologi, pada Rabu, 5 Oktober 2016. Penyerahan penghargaan disampaikan langsung oleh Presiden RI ke-3, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng di Pendopo Habibie Ainun, Jakarta.
Habibie Award diberikan setiap setahun sekali kepada perseorangan yang aktif dan sangat berjasa dalam penemuan, pengembangan, dan penyebarluasan berbagai kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru (innovative) serta bermanfaat secara berarti (significant) bagi peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian.
Turut hadir menyaksikan penganugrahan Habibie Award 2016 ini diantaranya adalah Co-Founder Dexa Medica HettySoetikno, dan Presiden Director Dexa Medica Ferry Soetikno.
Usai menerima Habibie Award 2016, Raymond Tjandrawinata berkesempatan menyampaikan pidato ilmiah di hadapan panitia seleksi beserta undangan yang hadir. Beliau memaparkan bahwa pemanfaatan bahan baku alam sebagai obat di Indonesia masih sangat minim. Padahal, Indonesia merupakan negara pemilik biodiversitas terbanyak kedua di dunia. Rendahnya dukungan untuk melakukan riset secara klinis tanaman obat juga menjadi salah satu penyebabnya.
Indonesia memiliki lebih dari 30 ribu jenis tanaman obat. Namun, hingga saat ini baru sekitar 1.200 jenis yang telah termanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan herbal. Hingga 2016, baru terdapat 36 jenis obat herbal terstandar dan 8 jenis fitofarmaka (obat herbal yang teruji klinis) yang beredar di pasaran.
“Ini sangat disayangkan karena potensi sangat besar. Setiap tahun banyak perusahaan farmasi asing yang berusaha untuk dapat menemukan obat dari bahan baku alam yang ada di Indonesia. Sementara itu, di Indonesia potensi itu masih belum termanfaatkan dengan baik,” jelas Raymond.
Dijelaskan pula oleh Raymond Tjandrawinata bahwa PT Dexa Medica, melalui DLBS, fokus mencari bahan baku obat dari Tanah Air. DLBS telah menghasilkan 46 paten di dalam dan luar negeri selama 2008-2016 dari riset bahan alam Indonesia untuk obat. Sejumlah hasil riset mewujud produk komersial, di antaranya Inlacin dan Disolf yang dipasarkan sejak 2011. Inlacin merupakan obat bahan alami penurun resistensi insulin, membantu penurunan gula darah. Obat itu diresepkan kepada penyandang diabetes dan wanita dengan polycystic ovarian syndrome. Adapun Disolf berbahan baku protein cacing tanah membantu menghilangkan sumbatan dalam darah, untuk pasien setelah stroke, setelah serangan jantung, dan sumbatan pembuluh darah di berbagai organ.
Ditegaskan oleh Pak Raymond dalam paparannya bahwa kemandirian bahan baku obat berbasis bahan alam hanya bisa terwujud jika pemerintah berpihak, salah satunya melalui insentif. “Dari 100-200 ekstrak tanaman, mungkin hanya satu yang cocok. Pengembangan butuh waktu,” ujarnya.
Ketua Pengurus Yayasan SDM Iptek, selaku penyelenggara, Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro menyebut, para penerima Habibie Award berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang masing-masing sehingga berkontribusi pada pembangunan nasional. Penghargaan itu diharapkan membuat banyak peneliti terus berkarya di tengah lemahnya budaya meneliti dan keberpihakan pemerintah.
Habibie Award 2016 juga diberikan kepada tiga tokoh lainnya, yakni Hendra Gunawan (bidang analisis fourier modern), Tommy Firman (bidang ilmu rekayasa), dan Sapardi Djoko Damono (bidang ilmu kebudayaan). Corporate Communications Dexa Medica